Rabu, 02 Mei 2012

ELI ABDUR ROHMAN

PESAN USTADZ ELI ABDUR ROHMAN  :

HIDUP ITU PENUH PERJUANGAN
PERJUANGAN ITU MEMBUTUHKAN TENAGA DAN FIKIRAN
TENAGA DAN FIKIRAN ITU HARUS IKHLAS
HAYATILAH TEMAN .....................................................
GURU BIMBINGLAH KAMI
AGAR KAMI BISA MENEMUKAN JLAN RIDHLO ILAHI..................................

Photo Kegiatan Masjid Nurul Muttaqin Munggur Semin

Para Ustadz Masjid Nurul Muttaqin Munggur Semin  Gunungkidul saat berkunjung ke Ponpes Sirojul Mukhlasin Payaman Magelang  ( ustadz Pardiro As Slemany- Ustadz Akhid Sutaya- Ustadz Suyanto - Ustadz Eli Abdur Rohman )



 Romo KH Ismail Ali Guru Besar Thoriqoh Qodiriyah An Naqsabandiyah Secang Magelang Jateng dalam acara wejangan /Tausyiyah Di Masjid Nurul Muttaqin Munggur Semin Semin Gunungkidul DIY 


Senin, 30 April 2012

THORIQOH QODIRIYAH NAQSYABANDIYAH


Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah adalah perpaduan dari dua buah tarekat besar, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah. Pendiri tarekat baru ini adalah seorang Sufi Syekh besar Masjid Al-Haram di Makkah al-Mukarramah bernama Syekh Ahmad Khatib Ibn Abd.Ghaffar al-Sambasi al-Jawi (w.1878 M). Beliau adalah seorang ulama besar dari Indonesia yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah.
Syekh Ahmad Khatib adalah mursyid Thariqah Qadiriyah, di samping juga mursyid dalam Thariqah Naqsabandiyah. Tetapi ia hanya menyebutkan silsilah tarekatnya dari sanad Thariqah Qadiriyah saja. Sampai sekarang belum diketemukan secara pasti dari sanad mana beliau menerima bai'at Thariqah Naqsabandiyah.
Sebagai seorang mursyid yang kamil mukammil Syekh Ahmad Khatib sebenarnya memiliki otoritas untuk membuat modifikasi tersendiri bagi tarekat yang dipimpinnya. Karena dalam tradisi Thariqah Qadiriyah memang ada kebebasan untuk itu bagi yang telah mempunyai derajat mursyid. Karena pada masanya telah jelas ada pusat penyebaran Thariqah Naqsabandiyah di kota suci Makkah maupun di Madinah, maka sangat dimungkinkan ia mendapat bai'at dari tarekat tersebut. Kemudian menggabungkan inti ajaran kedua tarekat tersebut, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah Naqsabandiyah dan mengajarkannya kepada murid-muridnya, khususnya yang berasal dari Indonesia.
Penggabungan inti ajaran kedua tarekat tersebut karena pertimbangan logis dan strategis, bahwa kedua tarekat tersebut memiliki inti ajaran yang saling melengakapi, terutama jenis dzikir dan metodenya. Di samping keduanya memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sama-sama menekankan pentingnya syari'at dan menentang faham Wihdatul Wujud. Thariqah Qadiriyah mengajarkan Dzikir Jahr Nafi Itsbat, sedangkan Thariqah Naqsabandiyah mengajarkan Dzikir Sirri Ism Dzat.
Dengan penggabungan kedua jenis tersebut diharapkan para muridnya akan mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi, dengan cara yang lebih mudah atau lebih efektif dan efisien. Dalam kitab Fath al-'Arifin, dinyatakan tarekat ini tidak hanya merupakan penggabungan dari dua tarekat tersebut. Tetapi merupakan penggabungan dan modifikasi berdasarkan ajaran lima tarekat, yaitu Tarekat Qadiriyah, Tarekat Anfasiyah, Junaidiyah, dan Tarekat Muwafaqah (Samaniyah). Karena yang diutamakan adalah ajaran Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, maka tarekat tersebut diberi nama Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Disinyalir tarekat ini tidak berkembang di kawasan lain (selain kawasan Asia Tenggara).
Penamaan tarekat ini tidak terlepas dari sikap tawadlu' dan ta'dhim Syekh Ahmad Khathib al-Sambasi terhadap pendiri kedua tarekat tersebut. Beliau tidak menisbatkan nama tarekat itu kepada namanya. Padahal kalau melihat modifikasi ajaran yang ada dan tatacara ritual tarekat itu, sebenarnya layak kalau ia disebut dengan nama Tarekat Khathibiyah atau Sambasiyah, karena memang tarekat ini adalah hasil ijtihadnya.
Sebagai suatu mazhab dalam tasawuf, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien. Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya didasarkan pada Al-Qur'an, Al-Hadits, dan perkataan para 'ulama arifin dari kalangan Salafus shalihin.
Setidaknya ada empat ajaran pokok dalam tarekat ini, yaitu : tentang kesempurnaan suluk, adab (etika), dzikir, dan murakabah.[]
Dua pengikut aliran sufi terbesar di dunia, yaitu Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah, kedua-duanya terdapat di Indonesia. Tidak diketahui secara pasti bagaimana paham Qadiriyyah datang ke Indonesia. Tetapi Naguib al-Attas memberitahukan bahwa penyair Hamzah Fansuri (Sumatera Utara) adalah pengikut Thariqat Qadiriyyah.

Telah diketahui, bahwa rujukan pengikut Qadiriyyah adalah Syekh Abd al-Qâdir al-Jaylânî, sebagaimana ditemukan dalam puisi Fansuri, yang berdomisili di Aceh pada pertengahan abad 16. Sebagai tambahan, dalam prosa Fansuri tertulis Syekh Sufi terkenal seperti Abû Yazid al-Bustamî, Junayd al-Baghdâdi, Manshûr al-Hallaj, Jalaluddin Rumi, Ibn Arabi, Jami Attar, dan beberapa Syekh lainnya.

Diungkapkan bahwa orang pertama yang memperkenalkan Qadiriyyah adalah Syekh Yusuf Makassar (1626-1699). Guru Qadiriyyahnya, Muhammad Jailani ibn Hasan ibn Muhammad al-Hamid, seorang imigran dari Gujarat bersama pamannya Nur al-Dîn al-Raniri. Di Yaman, Syekh Yusuf belajar ajaran Naqshabandiyyah dari Syekh terkenal dari Arab, Muhammad Abd al-Baqi. Sufi lainnya dari Aceh, Abd al-Rauf al-Sinkili, yang belajar di Madinah pada pertengahan abad 17 di bawah bimbingan Syekh Ahmad al-Qushashi dan Ibrahim al-Qurani, dimana mereka merupakan Guru Paham Qadariyyah.

Lombard menginformasikan kepada kita, asal muasal Thariqat Naqsabandiyyah di Indonesia, ditunjukkan dengan pernyataan L.W.C van den Berg; ketika dia datang aktivitas Thariqat Naqsabandiyyah telah ada di Aceh dan Bogor, di mana dia menyaksikan dzikir Naqsabandiyyah sebagai aktivitas utama. Kemudian dia menggambarkan kedatangan Thariqat Naqsabandiyyah di wilayah Medan, tepatnya di Langkat.

Penulis berikutnya menggambarkan bahwa Syekh Abd al-Wahhab Rokan al-Khalidi al-Naqshabandi memperkenalkan Naqsabandiyyah ke Riau. Setelah menghabiskan waktu selama 2 tahun di Malaysia dalam rangka berdagang, beliau pergi ke Makkah dan belajar di bawah bimbingan Syekh Sulaiman al-Zuhdi. Pada tahun 1845, beliau mendapatkan sertifikat dan kembali ke Riau kemudian mendirikan perkampungan Thariqat Naqsabandiyyah dengan nama Bab al-Salâm. Pada abad ke-19, Thariqat Naqshabandiyyah mempunyai cabang di Makkah, menurut Trimingham, salah satu Syekh Naqshabandiyyah dari Minangkabau (Sumatera Barat) juga aktif pada tahun 1845. Dari Makkah, Thariqat Naqshabandiyyah tersebar luas ke berbagai negara termasuk ke Indonesia, melalui jamaah haji setiap tahun. Kedua Thariqat tersebut muncul pada abad ke-7 dan 8 Hijriyyah (abad ke-12/13 Masehi).

Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim Indonesia. Dan yang sangat penting adalah membantu dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan karena Syekh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang lokal (Indonesia) tetapi para pengikut kedua Thariqat ini ikut berjuang dengan gigih terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.

Survey tentang sejarah Thariqat Qadiriyyah dan Naqshabandiyyah mempunyai hubungan yang erat dengan pembangunan masyarakat Indonesia. Thariqat ini merupakan salah satu keunikan masyarakat muslim Indonesia, bukan karena alasan yang dijelaskan di atas, tetapi praktek-praktek Thariqat ini menghiasi kepercayaan dan budaya masyarakat Indonesia. Selanjutnya, Syekh Sambas tidak mengajarkan kedua Thariqat ini secara terpisah, tetapi dalam satu kemasan (penggabungan kedua Thariqat).[]
Maulana Syekh Muhammad Nazim Adil telah menjelaskan bahwa setelah terorisme, permasalahan terbesar umat manusia kedua adalah penyalahgunaan narkotika oleh generasi muda (The Muslim Magezine, Spring 1999). Permasalahan sosial ini bukan hanya dialami oleh bangsa Barat, tetapi juga menimpa kalangan generasi muda seluruh dunia. Walaupun jumlah korban narkoba di negara-negara Asia tidak sebesar di Barat, tetapi permasalahan ini menarik perhatian yang sangat serius bagi Mbah Anom untuk mendirikan Pondok Inabah, pusat rehabilitasi korban narkoba dengan dzikir sebagai obatnya.

Metodologi Mbah Anom didasarkan pada hasil pengalaman spiritual beliau sebagai seorang sufi dan kepercayaannya bahwa dzikrullah mengandung pencahayaan/penerangan, karakter khusus dan rahasia yang dapat mengobati muslim yang mempercayainya. Hal ini didasarkan pada firman Allah: "Ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingatmu". Jasa dan keuntungan dari dzikir di Pondok Pesantren Suryalaya dapat dirasakan sebagian masyarakat yang telah pergi berobat ke sana.

Penelitian terhadap metodologi Mbah Anom pernah dilakukan Dr. Emo Kastomo pada tahun 1989. Dia melakukan evaluasi secara random terhadap 5.929 orang pasien di 10 Pondok Inabah. Dan hasilnya, 5.426 orang sembuh, 212 orang dalam proses menuju sembuh, dan 7 orang pasien meninggal dunia.

Ada tiga keikutsertaan pengikut Thoriqah Qadiriyah Naqshabandiyah dalam usaha mancapai Indonesia merdeka, yaitu: Pertama, keikutsertaan para Syekh dan haji di Banten pada revolusi Juli 1888. Dilaporkan, Syekh Abd al-Karim Banten tidak tertarik dengan akivitas politik, namun penggantinya Haji Marzuki lebih berpikiran reformis dan sangat antiBelanda. Walaupun Thoriqah tidak memimpin dalam revolusi, tetapi Belanda khawatir dengan pengaruhnya, dan sebagian besar diantara mereka meyakini, secara umum pengikut sufi khususnya Thoriqah Qadiriyah Naqshabandiyah merupakan organisasi yang mempunyai tujuan untuk mengalahkan kekuatan kolonial.

Kedua, perlawanan yang dilakukan oleh suku Sasak, pengikut Thoriqah Qadiriyah Naqshabandiyah Syekh Guru Bangkol. Belanda mempertimbangkan, Thoriqah merupakan faktor terpenting timbulnya pemberontakan-pemberontakan. Walaupun penasehat Pemerintah Belanda Snouck Hurgrounje memberikan masukan bahwa terlalu berlebihan untuk menilai Thariqat sebagai usaha politik untuk melawan Belanda, pendapatnya tersebut tidak dindahkan sampai muncul Syarikat Islam, sebuah organisasi politik yang berdiri pada tahun 1911.

Ketiga, sekarang di Jawa ada tiga cabang terbesar Thoriqah Qadiriyah Naqshabandiyah, yaitu Rejoso, Mranggen, dan Suryalaya, masing-masing memberikan dukungan terhadap partai-partai politik, di mana beberapa di antara mereka terlibat aktif dalam partai politik.

Pada tahun 1957, Jam'iyyah Ahl Thariqah Mu'tabarah didirikan Nahdlatul Ulama, yang pada saat itu juga berbentuk partai. Tujuannya adalah untuk menyatukan semua kekuatan Thariqat dan memelihara silsilah yang dimulai dari Nabi Muhammad Saw. Jam'iyyah ini memelihara dan mengajarkan ajaran tasawuf dari 45 kekuatan Thoriqah yang pernah ada pada tahun 1975. Syekh Mustain Romly dari Rejoso diangkat sebagai pimpinan Jam'iyyah ini. Pada tahun 1979, ketika Syekh Mustain Romli merubah afiliasi politiknya dari Partai Persatuan Pembangunan ke Golkar, para Ulama mendirikan Jam'iyyah Ahl al-Thariqah al-Nahdliyyah.

Pimpinan Jam'iyyah ini adalah Syekh Haji DR. Idham Kholid, dimana pada saat itu pernah menyambut kedatangan Syekh Muhammad Hisham Kabbani dari Naqsabandi Amerika Serikat pada bulan Desember 1977. Syekh Hisham Kabbani juga datang kemabali ke Indonesia ke acara the International Conference of Islamic Scholars (ICIS) yang diselenggarkan Nahdlatul Ulama Februari 2004.[]
Meskipun ada sementara pendapat bahwa agama Islam sudah masuk di Indonesia pada abad ke-7/8 M, namun berdasarkan bukti-bukti historis yang kuat, kelompok-kelompok masyarakat Islam baru berkembang sejak abad ke-13 M, yaitu abad perkembangan tarekat yang pesat di Dunia Islam. Akan tetapi, sampai sekarang belum jelas bagaimana peranan tarekat-tarekat dalam penyiaran Islam di Indonesia pada masa pertama penyebarannya.
Secara terpisah, Tarekat Qadiriyyah sudah mulai menyebar ke Indonesia pada abad ke-16 M. Menurut Rinkas, Syekh Hamzah Fansuri adalah seorang pengikut tarekat Qadiriyyah dan berusaha menyebarkannya ke daerah-daerah yang dikunjunginya sampai ke Jawa. Sebaliknya Tarekat Naqsyabandiyyah menurut Trimingham masuk ke Indonesia melalui Mekah. Pada tahun 1840 M, seorang Syekh berasal dari Minangkabau diresmikan menjadi pemimpin tarekat Naqsyabandiyyah yang pertama untuk Indonesia. Selanjutnya, Tarekat Naqsyabandiyyah berkembang pesat di Nusantara. Menurut Hawash Abdullah ada dua versi tarekat Naqsyabandiyyah yang tersebar di kawasan ini, yaitu Naqsyabandiyyah al-Khalidiyah yang dipelopori oleh Syekh Ismail ibn Abdillah Al-Khalidi dan Naqsyabandiyyah Muzhariyah yang dipelopori oleh Sayid Muhammad Saleh al-Zawawi. Di Jawa pada abad ke-19 menurut Kartono Kartodiharjo, tarekat Naqsyabandiyyah merupakan tarekat yang paling banyak pengikutnya melebihi tarekat-tarekat Qadiriyyah dan Syatariyyah.
Penyebaran Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) diperkirakan sejak paruh kedua abad ke-19, yaitu sejak tibanya kembali murid-murid Syekh Ahmad Khatib al-Sambasi di tanah air. Di Kalimantan Barat, daerah asal Syekh Khatib Sambas, TQN disebarkan oleh dua orang muridnya; Syekh Nuruddin (berasal dari Filipina) dan Syekh Muhammad Sa'ad (putra asli Sambas). Karena penyebaran tarekat ini tidak melalui semacam lembaga pendidikan formal seperti pesantren, maka TQN hanya tersebar di kalangan orang awam sehingga tidak memperoleh kemajuan yang berarti. Lain halnya di pulau Jawa, TQN disebarkan melalui pondok-pondok pesantren yang didirikan dan dipimpin oleh para pengikutnya, maka perkembangannya pun pesat sekali sehingga kini merupakan tarekat yang paling besar dan berpengaruh dikawasan ini.
Syekh Abdul Karim dari Banten merupakan ulama berjasa dalam penyebaran TQN di Jawa. Dia murid kesayangan Syekh Ahmad Khatib al-Sambasi pendiri TQN di Mekah. Dialah yang diangkat gurunya (Khatib Sambas) untuk menggantikan kedudukan sebagai pemimpin tertinggi Tarekat Qadiriyyah di kota suci Mekah sepeninggalnya pada tahun 1875 M. Syekh Abdul Karim pun mematuhi pengangkatan tersebut dan dia pun berangkat ke Mekah pada tahun 1876 M.
Syekh Khatib Sambas memang banyak mempunyai murid yang berasal dari Nusantara. Karenanya, TQN tersebar di berbagai daerah seperti; Bogor, Tangerang, Solok, Sambas, Bali, Madura dan Banten. Kecuali Madura, semua pengikut TQN di daerah-daerah tersebut mendapat bimbingan dari Syekh Abdul Karim. Di Madura pemimpin TQN adalah Syekh 'Abdadmuki, putra asli.
Syekh Abdul Karim tiba kembali ke Banten pada awal tahun 1870-an, sebelumnya dia mampir di Singapura dalam perjalanan pulang dari Mekah setelah berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas. Setibanya di Banten dia mendirikan pesantren, yang sekaligus dijadikan pusat penyebaran TQN di daerah trsebut. Karenanya, tarekat Qadiriyyah yang diduga sudah ada di Banten sejak ke-16 M dengan kedatangan Syekh Hamzah Fansuri di daerah ini, mendapat angin segar sehingga TQN berkembang pesat. Malah kedatangan Syekh Abdul Karim di Banten juga berhasil mempersatukan para ulama dan pesantren-pesantren di daerah tersebut dan mengobarkan semangat anti penjajahan, yang akhirnya bermuara pada pemberontakan rakyat Banten di Cilegon pada tahun 1888 M yang terkenal itu. Dia dianggap sebagai salah seorang dari tiga ulama yang berperan dalam mencetuskan pembrontakan rakyat tersebut meskipun pada tahun itu dia berada di Mekah dalam statusnya sebagai pemimpin tertinggi Tarekaot Qadiriyyah Naqsyabandiyyah menggantikan gurunya Syekh Khatib Sambas.
Menurut Dhofier, lima pondok pesantren di Jawa yang sekarang menjadi pusat penyebaran TQN di Indonesia, semuanya menelusuri silsilahnya kepada Syekh Abdul Karim. Kelima pondok pesantren tersebut adalah;
  1. Pesantren Pegentongan di Bogor (Jawa Barat)
  2. Pesantren Suryalaya di Tasimalaya (Jawa Barat)
  3. Pesantren Mranggen di Semarang (Jawa Tengah)
  4. Pesantren Rejoso di Jombang (Jawa Timur)
  5. Pesantren Tebuireng di Jombang (Jawa Timur)
Adapun pesantren Suryalaya didirikan oleh Syekh Abdullah Mubarak ibn Nur Muhammad pada tanggal 7 Rajab 1323 H (5 September 1905 M). Beliau menerima TQN dari gurunya, Syekh Ahmad Tholhah di Cirebon, yang menerima dari Syekh Abdul Karim Banten. Setelah merasa tua dan uzur Syekh Abdullah Mubarak menyerahkan pimpinan pesantren dan TQN kepada putra beliau; Syekh A. Sahahibilwafa Tadjul 'Arifin (yang terkenal dengan sebutan; Abah Anom), pemimpin pesantren Suryalaya sekarang ini. Pada masa kepemimpinan beliau inilah TQN menyebar luas ke seluruh pelosok Indonesia, malah sampai ke berbagai negara Asean, seperti; Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Demikianlah asal-usulnya, di kota suci umat Islam Mekah al-Mukarramah, Tarekat Qadiriyyah dan Tarekat Naqsyabandiyyah menyatu dalam diri seorang mursyid dengan nama baru Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN). Dari kota suci inilah pula tarekat baru tersebut memancar ke Nusantara, tanah air tercinta.[qalbu.net]
Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah disingkat TQN secara substansial merupakan aktualisasi seluruh ajaran Islam (Islam Kaffah); dalam segala aspek kehidupan. Dan tujuan TQN adalah tujuan Islam itu sendiri. Menurut sumber utamanya, Alquran, Islam sebagai agama diturunkan untuk membawa umat manusia ke jalan yang lurus, jalan keselamatan yang bermuara pada kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat (hasanah fi al-dunya dan hasanah fil al-akhirat).
Dalam tradisi tarekat, tujuan TQN dilukiskan secara jelas dalam do'a yang diucapkan setiap orang yang hendak melakukan amalan yang maha penting, yaitu dzikrullah. Do'a dimaksud adalah sebagai berikut, "Tuhanku, engkaulah yang menjadi tujuanku dan keridhoan-Mu yang aku cari, berikanlah kepadaku kemampuan mencintai-Mu dan Ma'rifah kepada-Mu".
Dalam doa awal dzikrullah, sebagaimana tertulis di atas, terkandung substansi ajaran Islam secara mendasar: Bahwa Allah-lah yang menjadi maksud dan tujuan akhir hidup manusia. Dalam doktrin teologi Islam dijelaskan bahwa manusia pada awal kejadiannya berasal dari Allah, kini sedang berada di bumi Allah dan akhirnya akan kembali kepada Allah.
  1. Betul semua manusia akan kembali kepada Allah, tetapi apakah ia akan kembali kepada ridha Allah atau kepada azab Allah.
  2. Dalam doa tersebut selanjutnya dijelaskan bahwa keridhoan Allah-lah (mardhotillah) yang hendak dicari. Dalam aplikasinya, keridhoan Allah hanya dapat dicari dengan taqarrub. Taqarrub ila Allah artinya mendekatkan diri kepada Allah melalui dzikrullah, baik dzikrullah dalam arti umum maupun dalam arti khusus. Adapun yang termasuk dzikrullah yang disebut pertama: misalnya shalat, zakat, puasa, haji, membaca Al-Qur'an atau berbagai aktivitas manusia yang dasarnya tauhidullah, berorientasi kepada ridho Allah dan dilakukan secara ikhlas karena Allah. Sedangkan yang dimaksud dzikrullah dalam arti khusus adalah mengucapkan kalimat tayyibah secara lahir batin, dengan penuh penghayatan, tadharru dan khusuk dibawah bimbingan seorang mursyid melalui talqin. Itu bisa dilakukan secara perorangan (munfarid) ataupun secara berjama'ah; diucapkan secara jahr atau khafi, dengan tujuan berada sedekat mungkin disisi Allah. Nabi Saw bersabda: "Jadilah kamu bersama Allah. Jika tidak, beradalah bersama orang yang bersama Allah".
  3. Dalam upaya menggapai maksud yang begitu luhur tadi, yaitu keridhoan Allah, seorang "salik" hendaklah berdo'a dengan do'a sebagai terlukis dalam awal ibadah dzikir tadi, "Berilah aku kemampuan, ya Allah untuk mencintai-Mu dan ma'rifah kepada-Mu". Sebab tanpa hidayah dan pertolongan Allah, mustahil seseorang mempunyai kemampuan untuk bertaqorrub kepada-Nya, lebih-lebih dapat sampai kepada keridhoan-Nya. TQN, sebagai ajaran, bukanlah sesuatu yang baru. Ia adalah ajaran yang kemunculannya identik dengan kemunculan Islam itu sendiri, yaitu "Thauhidullah", mengesakan Allah. Doktrin ini kemudian ditanamkan oleh Mursyi Al-Awwal, yaitu Nabi Saw, didalam hati setiap sahabat, lalu dihayati dirasakan dan buahnya dibuktikan dalam aktifitas kehidupan kesehariannya secara seimbang. Dalam term tasawuf, orang yang mampu mengaplikasikan tauhidullah dalam kehidupannya secara seimbang disebut Insan Kamil (Manusia Paripurna).
Setidaknya ada empat ajaran pokok dalam TQN, yaitu kesempurnaan Suluk, Adab Murid terhadap Mursyid, Dzikir dan Muraqah. Tetapi inti ajaran TQN adalah Muroqobah artinya mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai amalan dan riyadhah; yang paling prinsip adalah dengan cara berdzikir, sebagaimana sabda Imam Ali "cara terbaik dan tercepat untuk sampai kepada Allah adalah Dzikrullah". Dzikir dalam TQN dilakukan setelah melaksanakan Ibadah Wajibah.
Ibadah Wajibah merupakan penjabaran Syari'ah sedangkan dzikir merupakan pengamalan aspek bathin dari syari'ah yang dalam tasawuf disebut thoreqat. Syari'at dan Tarekat keduanya diamalkan secara seimbang dalam upaya mencari hakikat. Ketika para sahabat bertanya kepada Abdullah bin Abbas mengenai interpretasi firman Allah, "Dzikirlah kamu sekalian kepada-Ku; nanti Aku pun ingat kepadamu". Ia Menjawab: "Dzikirlah kamu sekalian kepada-Ku dengan jalan Taat kepada-Ku; nanti Aku ingat kepadamu dengan pertolongan-Ku". Senada dengan pernyataan diatas, Sa'id bin Jubair mengatakan: "Ingatlah kepada-Ku dengan cara taat kepada-Ku; Aku pun ingat kepadamu dengan ampunan-Ku", sementara sebagian sahabat berpendapat; "Dzikirlah kalian kepada-Ku sewaktu mendapatkan Nikmat dan Kebahagiaan, Niscaya Aku ingat kepadamu ketika kamu dalam kesulitan dan cobaan".
Mengapa Dzikir begitu prinsip dalam TQN? Jawabannya, betapa banyak ayat Al-Qur'an yang menguatkan kedudukan dzikir; bahwa dzikir merupakan perkara yang paling besar. Allah Swt berfirman: "Sesungguhnya Sholat harus bisa mencegah dari perbuatan Fakhsyah dan Munkar, dan sesungguhnya dzikir kepada Allah Swt lebih besar dan Allah Swt amat mengetahui apa yang kamu perbuat". (QS. Al Ankabut: 45)
Menurut orang-orang yang ma'rifat, paling tidak ada empat prinsip tentang interpretasi ayat diatas;
  • Pertama, Sesungguhnya dzikir kepada Allah lebih besar daripada segala sesuatu. Ia adalah ketaatan yang paling utama; yang dimaksud taat disini adalah menegakan dzikir kepada Allah, sedangkan dzikir adalah rahasia ketaatan dan daya ketaatan itu sendiri.
  • Kedua, Sesungguhnya kamu sekalian, kaum muslimin, jika ingat kepada-Nya, maka Allah pun ingat kepadamu; sedangkan dzikir Allah kepadamu lebih besar daripada dzikir kamu kepadanya.
  • Ketiga, Sesungguhnya Dzikir kepada Allah lebih besar daripada tetapnya "Fakhisyah" dan "kemungkaran, bahkan jika dzikir dibaca secara sempurna, ia akan dapat menghilangkan segala kesalahan dan maksiat.
  • Keempat, Sesungguhnya amal sholeh, apabila ingin diterima oleh Allah, harus diakhiri dengan dzikir dan pujian. Menurut Pangersa Abah, sebagai dikutip Djuhayah S. Praja, Taqarrub illa allah merupakan inti ajaran tasawuf (TQN) dengan cara mensucikan jiwa (tasfiyat al qulub). Dengan hati yang suci seorang Salik mungkin dapat meihat Tuhannya.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa TQN adalah salah satu metode untuk mencapai tujuan tasawuf, tujuan dari suatu inti keberagamaan, dengan kata lain, Abah memandang TQN bukan satu-satunya jalan pencapai tujuan "ini berarti" demikian analisis djuhaya, "Abah menghormati tarekat-tarekat yang lain". Secara vertikal, TQN membawa manusia kepada Tuhan dan secara seharusnya hidup secara bersama dalam sosial kemasyarakatan. Tanbih mengandung ajaran Moral, menyangkut pelbagai kehidupan. Pandangan TQN menyangkut hubungan dengan Negara, misalnya, dapat dilihat dalam uraian tanbih sebagai berikut: "Adapun kami tempat bertanya tentang Tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas, wasiat kepada segenap murid-murid; berhati-hatilah dengan segala hal jangan sampai berbuat yang bertentangan dengan peraturan Agama maupun Negara. Insafilah, jangan terpengaruh oleh godaan syaitan, waspadailah akan jalan penyelewengan terhadap perintah Agama maupun Negara, agar dapat meneliti diri kalau tertarik oleh biskan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita".
Pandangan TQN mengenai Hubungan Sosial Kemasyarakatan, baik dengan sesama muslim maupun dengan non muslim, dapat dilihat dalam bagian uraian tanbih berikut ini:
  1. Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita baik dhohir maupun batin harus kita hormati, begitulah seharusnya, hidup rukun saling harga-menghargai;
  2. Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah Agama maupun Negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya: "'Adzabun Alim", yang berarti duka nestapa untuk selama-lamanya dari Dunia sampai Akhirat (badan payah, hati susah);
  3. Terhadap orang-orang yang keadaannya dibawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersifat angkuh. Sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yang lemah lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebajikan;
  4. Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah-tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Demikianlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh keadaran meskipun kepada orang asing karena mereka itu masih keturunan Nabi Adam As. Mengingat ayat 70 Surat al-Isra yang artinya: "Sangat Kami muliakan keturunan Nabi Adam dan Kami sebarkan segala yang berada didarat dan lautan, juga Kami mengutamakan mereka lebih utama dari mahluk lainnya". Kesimpulan dari ayat ini bahwa kita sekalian seharusnya saling harga menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat surat al Maidah yang artinya: "Hendaklah tolong menolong dengan sesama dan dalam melaksanakan kebajikan dan ketakwaan dengan sungguh-sungguh terhadap Agama maupun Negara, sebaliknya jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan terhadap perintah Agama maupun Negara".
Keempat materi tanbih diatas menjelaskan kepada kita bagaimana model ideal interaksi antar kita dengan orang yang lebih tinggi dari kita, dengan sesama dalam arti yang sederajat dalam segalanya, dengan orang yang ada dibawah kita dan dengan fakir miskin. Tanbih menjelaskan bahwa kedamaian lahir bathin akan terwujud ditengah-tengah masyarakat manakala masing-masing individu berpegang teguh terhadap etika sosial; sebagaimana digambarkan dalam tanbih tadi.
Dalam sebuah hadist dijelaskan: "Bukanlah dari golonganku orang yang tidak sayang kepada yang ada dibawahnya dan tidak menaruh hormat kepada orang yang ada diatasnya". Lebih dari itu, Tanbih juga membuat patokan bagaimana seharusnya sikap kita dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dengan orang asing, baik yang seagama dengan kita maupun yang tidak seagama. Kita harus tetap saling hormat menghormati, harga menghargai Tepo Seliro.
Menyangkut Hubungan dengan Non Muslim lebih jelas lagi, tanbih menegaskan seperti berikut: "Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing, mengingat surat Al Kafirun ayat 6: 'Agamamu untuk kamu, Agamaku untuk ku', maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai, tapi janganlah ikut campur". Tanbih menggariskan adanya toleransi beragama, sejauh tidak melanggar etika teologis. Jangan karena alasan toleransi, keyakinan di korbankan.

Oleh karena itu, dalam urusan agama janganlah kita ikut-ikutan, tetapi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, ekonomi maupun politik, kita menyatu secara damai dan toleran. Selanjutnya Tanbih menjelaskan, "Cobalah renungkan pepatah leluhur kita: hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna, karena yang menyebabkan penderitaan diri pribadi itu adalah akibat dari perbuatan diri sendiri". Pernyataan Tanbih diatas, disamping mengandung ajaran moral dan akhlak, mengandung pula ajaran teologi. Ketika seseorang dituntut untuk bersikap dan berprilaku terhadap fakir miskin, maka ia harus bersikap jabbariyah. Akan tetapi, ketika melihat kenyataan kehancuran sekelompok manusia yang tidak bersyukur, ada tuntutan untuk bersikap khodariyah. Kehancuran dan kehinaan manusia karena ulahnya sendiri, bukan kehendak Allah.
Bagian akhir tanbih menyatakan: "Oleh karena demikian, hendaklah segenap murid-murid bertindak teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan lahir dan batin dunia maupun akhirat, supaya hati tentram. jasad aman, jangan sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya: Budi utama jasmani sempurna ( Cageur Bageur ). Tidak lain amalan kita, Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah, amalkan sebaik-baiknya guna mencapai kebajikan, menjauhi segala kejahatan lahir batin yang bertalian dengan jasmani maupun rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya syetan". Kebahagiaan lahir batian, bagi manusia beriman, khususnya para ikhwan TQN, adalah mengamalkan ajaran TQN secara sungguh-sungguh. Inti ajarannya, sebagai terlah diungkap dalam bab sebelumnya adalah dzikir. Segala amalan yang telah baku di lingkungan TQN yang sifatnya nafilah disebut dzikir. Kumpulan dzikir-dzikir yang biasa dibaca setiap kali khataman telah dituangkan oleh Mursyid kita dalam sebuah risilah yang di beri nama Uqud Al-juman.[qalbu.net]


DISARIKAN OLEH USTADZ PARDIRO AS SLEMANY


KH ISMAIL ALI SECANG MAGELANG


PONDOK PESANTREN ROUDLOTUTH THOLIBIN \NURUL ALI
PENGASUH : KH MUHAMMAD ALI ( ALM)
KH ISMAIL ALI
ALAMAT   : SEMPU SECANG MAGELANG PROPINSI JAWA TENGAH

OLEH USTDZ PARDIRO AS – SLEMANY


PONDOK ROUDLOTUT THOLIBIN  /  Nurul Ali adalah pondak salaf yang menganut ajaran thoriqoh qodiriyah wa naqshobandiyah yang di pimpin atau di asuh oleh seorang mursyid besar yaitu kyai haji Ismail Ali

Silsilah Thoriqoh Qoidiriyah An Naqsabandiyah








39.Syekh Ismail ‘Ali Sempu –38. Syekh ‘Ali Sempu- - 37.  Syekh “Umar Payaman - 36. Syekh  Zarkasi Berjan –35. Syekh Abdul Karim Banten – 34.Syekh Khotib Sambas-33. Syekh Syamsyudin –32. Syeckh Muhammad Murady-31. Syekh ‘Abdul Fatah- 30.Syekh  ‘Usman-   29.  Syekh ‘Abdur Rohim – 28.  Syekh Abi Bakri- 27  Syekh Yahya-  26.   Syekh Hisamuddin-  25. Syekh Waliyuddin- 24.  Syekh Nuruddin-  23.  Syekh Syarafuiddin-  22.  Syekh Syamsudin –   21.Syekh Muhammad Al Hatak-   20.Syekh Abdul ‘Aziz- 19.Sulthonu Al-Auliya Quthbil Ghoutsi Asy Syaikh ‘Abdul Qodir Jailani –18. Syekh Ibnu Sa’id Al Mubarok Bin ‘Ali Makhzumi- 17.Syekh Abi Hasan ‘Ali  Bin Abi Yusuf Al Hakari-16. Syekh Abi Faraji Thurthusi-15. Syekh Abi Fadhil ‘Abdul Wahidut Tamimi-   14.Syekh Abi Bakri As Sibly-    13.Sayyid Thoifatul ‘Arofu Asy- Syaikh Junaidi Al Baghdadi- 12. Syekh Sairiddiin saqothy –11. Syekh Abi Mahfudzu Al Ma’rufu Karokhi -10.  Syekh  Abi Hasan ‘Ali Bin Musa Ridha – 9. Syekh Musa Kadzim – 8.Syekh Imam Ja’far Siddiq- 7 Syekh Muhammad Baqir- 6.Syekh Al Imam Zainal ‘Abidin- 5. Syahidul Sayyidul  Husain- 4.Babul ‘ilmi Sayyiduna ‘Ali bin Abi Tholib – 3.Sayyiduna Muhammad Habibuloh-2. Jibril ‘Alaihis salam – 1.Allohu Robbul ‘Aalamiin.


I.PERTIKELE NGELAKONI THORIQOH QODIRIYAH

MOCO :


استغفرالله الغفور الرحيم ×3
1.ASTAGHFIRULLOHAL GHOFUURAR ROHIIMI  3X  Utawi luwih okeh


اللهم صل على سيدنا محمد و اله وصحبه وسلم × 3

2.ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA-ALIHI WASHOHBIHI WASALLIM 3X   Utawi luwih okeh


لا اله الا الله × 3   محمد ر سو ل الله صلى الله عليه وسلم    

3.LAAILAAHA   ILAAHU ILLALLOOH 3X  MUHAMMADUR ROSULULLOH  'ALAIHI WASSALLAM



لا اله الا الله × 165محمد ر سو ل الله صلى الله عليه وسلم    
   

4.LAA ILAAHA ILLALLOOHU   165 X  ( Ba'da sholat wajib )   Dipungkasi MUHAMMADUR ROSULULLOH  'ALAIHI WASALLAM


اللهم صل على سيدنا محمد صلاة تنجنا بها من جميع الأهوال والأفات وتقض لنا بها جميع الحاجات  وتطهرنا بها من جميع السيئات وترفععنا بها اعلى الدرجات وتبلغنا بها اقصالغيات من جميع الخيرات فى الحيات وبعد الممات

5.ALLOHUMMA SHOLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN SHOLATAN TUNJINA BIHA MIN JAMII’IL AHWAALI WAL AFAAT WA TAQDHI LANAA BIHAA JAMII’IL HAAJAATI  WATUTHOHIRUNAA BIHAA MIN JAMII’IS SAYYIAT WATARFA’UNAA BIHAA A’LAAD DAROJAATI  WATUBALLIGHUNAA BIHAA AQSHAL GHOYAATI MIN  JAMII’IL KHOIROOTI FIIL HAYAATI WA BA’DAL MAMAATI

Nuli hadiah faatihah

الى حضرة النبي المصطفى محمد صلى الله عليه وسلم الفاتحة

6.ILAA HADHROTIN NABIYYIL MUSTHOFA MUHAMMADIN SHOLLOHU ‘ALAIHI WASALAMA   ALFAATIHAH :…………………….


ثم الى ارواح مشايخ اهل السلسلة القادرية والنقسبندية حصوصا لشيدنا الشيخ عبد القادر الجيلانى الفاتحة ...........................

7.STUMMA ILAA ARWAHI MASYAA-IKHI AHLIS SILSILATIL QODIRIYYATI WAN NAQSYABANDIYATI  KHUSUSHON LISAYYIDINAA ASY-SYEIKH ‘ABDUL QOODIR ALJAILANII   ALFAATIHAH …………………….



ثم الى الرح ابى و امى وجدى وجدتى واخوانى ولكافة المسلمين والملمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات لهم الفاتحه..................................


8.STUMMA ILAAR RUHI  ABII WA UMMI WAJDII WAJDATII WA IKHWAANII WALIKAAFFATIL MUSLIMIINA WALMUSLIMAATI WAL MU\MINIINA WAL MU\MINAATI AL AHYAA-I MINHUM WAL AMWAATI LAHUMUL FAATIHAH……….




II.PERTIKELE NGELAKONI THORIQOH  NAQSABANDIYAH
NULI MACA  :

استغفرالله ربى من كل ذنب واتوب اليه  5 ×
ASTAGHFIRULLOOHA ROBBI  MIN KULLI DZANBIW WA ATUUBU ILAIHI 5X

NULI  MACA:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
QUL HUWALLOOHU AHAD SAK AKHIRE  3X

NULI MACA :

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد  كما صليت على سيدنا ابراهيم وعلى ال سيدنا ابراهيم وبارك على  سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد كما باركت على سيدنا ابراهيم وعلى ال سيدنا ابراهيم فى العا لمين انك حمد مجيد
ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA ALI SAYYIDINAA MUHAMMADIN KAMAA SHOLLAITA ‘ALAA SAYYIDINAA IBROOHIIMA WA – ‘ALAA ALI SAYYIDINAA IBROOHIIMA WA BARIK ‘ ALAA SAYYIDINAA  MUHAMMADIN WA ‘ALI SAYYIDINAA  MUHAMMADIN KAMAA BAAROKTA ‘ALAA SAYYIDINAA IBROOHIIMA WA ‘ALA ALI SAYYIDINAA IBROOHIIMA FIL ‘AALAMIINA INNAKA HAMIDUM MAJIID

ثم الى ارواح مشايخ اهل السلسلة القادرية والنقشبندية حصوصا لسيدنا الشيخ عبدالقادر الجيلانى وسيدنا الشيخ أبى القسم جنيد البغدادى شيء لله لهم الفاتحة.........................

STUMMA ILAA ARWAHI MASYAA-IKHI AHLS SILSILATIL QODIRIYYATI WA NAQSABANDIYYATI KHUSHUSHON  LI SAYYIDINAA ASY –SYEKH ‘ABDUL QODIR JAILANI  WA SAUYYIDINAA  ASY SYAIKH ABIL QOSIM JUNAIDI AL BAGHDADI SYAI-UL LILLAAHI LAHUMUL  AL FAATIHAH………………


NULI DZIKIR

الله الله

ALLOOH       ALLOOH       diadhepake atine marang  ALLOH  Ta’ala  kelawan  wasithotu Al Masyaa-ikh lan dihadhirake  rupa guru kang nalqin  dzikri  , paningal ati kaya kaya ana ing ngarepi    

Nuli dzikir

الله الله لَطِيْفَةُ الْقَلْبِ  .  رُوْحِ  . سِرِّ   .  خَفِيْ  . أَخْفَى  . نَفْسِ  .  قَلْب    كافِيْعْ     سِيْوُوْ

ALLOOH ALLOOH  LATHIIFATUL     QOLBI :
                                                                 RUUHI
                                                                 SIRRI
                                                                 KHOFII
                                                                 AKHFAA
                                                                 NAFSI
                                                                 QOLABUN  / JAM'I
KAPING SEWU

Nuli do’a :

اللهم انت مقصودى  ورضاك مطلوبى اعطنى محبتك ومعرفتك وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم
والحمد لله رب العالمين

ALLOHUMMA ANTA MAQSHUUDI WARIDHOOKA MATHLUBII A’THINII MAHABBATAKA WA MA’RIFATAKA WASHOLLALLOOHU ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA ALIHI WASHOHBIHI WASALLLIM
WAL HAMDULILLAHI ROBBIL ‘AALAMIINA.






DISARIKAN OLEH 
USTADZ PARDIRO AS SLEMANY

USTADZ PARDIRO AS SLEMANY